Kamis, 03 September 2015

Indonesia Poros Maritim Dunia -- Bagian 2

Pada bagian pertama kami telah sedikit menjelaskan sisi trading, bagaimana transaksi perdagangan dengan CNF dan FOB sangat mempengaruhi hidup dan berkembangnya Industri Pelayaran pada suatu negara.
Mari kita ambil satu ilustrasi, dan kita coba betapa "dahsyat"-nya potensi pemasukan "devisa" negara jika para Eksporter dan Importer ini meng-aplikasikan mekanisme perdagangan CNF dan FOB, sehingga pemahaman kita bisa satu visi dan di masa-masa mendatang Indonesia, terutama pelaku "trading" dapat memahami bahwa dengan Eksport CNF dan import FOB, mereka sesungguhnya telah menjadi "Pahlawan Nasional" di sektor Ekonomi dan otomatis langsung atau pun tidak langsung telah menjadi penolong perekonomian Nasional.
(Terutama penguatan usdollar vs Rupiah saat ini (di Sept 2015 di mana 1usd = Rp14.000), semakin giat para trader tsb melakukan eksport, maka Rupiah dari waktu ke waktu bisa semakin membaik...) 

Info ini ril, (silahkan cek lagi datanya) bahwa eksport batu bara Indonesia pernah tembus di angka 300.000.000 ton (tiga ratus juta ton) per tahun. Angka eksport kisaran antara 2011 - 2013, barangkali bisa dicek ulang...
Kita membayangkan jika 300 juta ton itu jika ditebar ke permukaan (cover), barangkali bisa menutupi satu pulau Jawa. Jika penjualannya CNF, maka yang mencari kapal adalah penjual (eksportir/trader) atau penjual batubara yang ada di Indonesia.  Kenyataannya penjualannya dilakukan dengan FOB, sehingga hampir 100% eksport batubara Indonesia dikapalkan dengan armada asing, sungguh "memilukan" - sehingga potensi pendapatan devisa melayang...

Gambaran potensi peraihan devisa kami ilustrasikan sbb:
Di tahun 2011 - 2013 -- katakanlah freight (uang tambang) untuk pengapalan rata-rata ke Tiongkok (China) di kisaran usd15pmt, maka hitungan sederhana usd15 X 300,000,000 = usd4,500,000,000 atau usd4,5 milyar. Maka uang sebesar itu bisa menumbuh-kembangkan industri pelayaran Nasional. Itu mungkin gambaran "rough" pemasukan uang tambang (freight) dari sisi usdollar, mungkin net (bersih) pemasukan tidak sebesar itu...
Bayangkan jika industri transportasi laut kita hidup, maka akan terjadi multiplier effect dari sisi:

- Penyerapan / Penambahan tenaga kerja dari sisi crew kapal
- Hidupnya industri galangan kapal baik itu untuk pembuatan kapal-kapal baru, mau pun untuk
   docking kapal.
- Teknologi ahli perkapalan bisa bertambah
- Menggelatnya eksport mau pun import
- Memungkinkan pembenahan (perbaikan) dan penambahan pelabuhan-pelabuhan
   di seluruh Nusantara
- penguatan ekonomi Nasional, karena pemasukan devisa usdollar bertambah, otomatis usdollar
  tidak  sekuat seperti sekarang (Agustus - September 2015 di mana 1usdollar = Rp14.000)

Nah itu baru dari satu komoditi yaitu : coal (batubara)

Indonesia punya komoditi eksport primadona seperti:
- batu bara,
- nickel
- bijih besi
- timah
- crude palm oil (CPO),
- semen (memungkinkan bisa eksport)
- pupuk (sering terjadi eksport) dan dijual dari pabrikan selalu FOB)
- steel product (produk dari Krakatau Steel dan pabrikan lainnya)
- dan lain-lain dalam bentuk tanker dan
  komoditi eksport bulky lainnya..

Sementara Indonesia sering melakukan import, di mana komoditinya antara lain:
- garam,
- gandum,
- beras
- dan lain sebagainya yang tidak terdeteksi...

Semua itu butuh Kapal Laut...
-------> Namun bisakah kita jika eksport dengan CNF dan import dengan FOB??

Tahukah kita bahwa Indonesia adalah Eksportir dalam urutan 5 (lima) besar untuk Batubara di dunia. Eksport coal Indonesia pernah tembus mecapai 300 juta ton per tahun, namun eksport sebesar itu belum dapat meningkatkan Industri Pelayaran nasional...

Untuk "trading" di mana kita mengetahui pentingnya menerapkan CNF dan FOB sesungguhnya letak permasalahan di mana sih??

Menurut hemat kami ada beberapa permasalahan yang mesti di-"jabarkan" di sini agar seluruh "stake holder" atau pihak-pihak terkait baik pelaku industri Pelayaran, Trader (Ekportir/Importir), khususnya Pemerintah ke depan bisa improve.  Bangsa kita ke depan bisa "SATU VISI" untuk penanganan trading (eksport / import) negara kita ke depan. Isu-isu yang berkenaan dengan CNF & FOB antara lain sbb: 

A. Kekurangpahaman (minim pengetahuan) di Industri Transportasi Laut
     atau lemahnya pengetahuan para trader (eksporter & importer) akan negosiasi dengan
     kapal laut. Lemahnya pengetahuan tentang klausul-klausul pengapalan, terutama klausul
     pengapalan untuk eksport mau pun pengapalan import..
B. Lemahnya skill negosiasi dengan pihak pembeli / penjual di luar negeri
C. Ketidaktahuan ke pihak mana yang harus dihubungi, jika akan melakukan negosiasi
     dengan Kapal Laut
D. Hal yang paling penting, jika CNF maka penjual harus "cover" freight (uang tambang)
     di depan, eksportir / importir (jika FOB) Indonesia tidak mau "berkorban" mendanai 
     freight di depan, demikian pula jika FOB importir Indonesia juga tidak mau mendanai
     freight untuk sewa kapal...
E. Perlunya intervensi Pemerintah, guna memberikan "insentif" mau pun "intensif" baik itu berupa
     kemudahan fiskal, pemotongan biaya (barangkali dari sisi pajak) atau pun aturan stimulus lain
     berupa pendanaan pembayaran freigh oleh bank agar para eksportir bergairah  sehingga
     eksport CNF dan import dengan FOB
F. Dan lain sebagainya

Nah, jika permasalahan "Trading" ini kita bangsa Indonesia telah "satu visi" terutama satu visi dari sisi Pemerintah,  maka kami yakin sekali bahwa VISI Indonesia sebagai "Poros Maritim Dunia" akan tercapai, dan bangsa kita tidak lagi sebagai "penonton" tapi kita benar-benar sebagai pelaku di Industri ini. 




Inti dari Indonesia menjadi "Poros Maritim Dunia" adalah dengan kita yang meng-kontrol kapalnya, baik itu Eksport mau pun Import. Jika pihak luar negeri yang meng-kontrol kapalnya, maka kondisi Indonesia yang dulu akan sama dengan Indonesia yang akan datang, yaitu kita bukan "PELAKU" akan tetapi "Penonton" sehingga "Poros Maritim Dunia" di Indonesia yang menikmati adalah pelaku Asing, bukan bangsas Indonesia.