Selasa, 07 Juli 2015

Indonesia -- Poros Maritim -- Bagian 1

Akhir-akhir ini cukup banyak istilah "kalautan" seperti "Poros Maritim" seiring dengan istilah "Tol Laut" yang pernah di-ekspos oleh elit negeri kita beberapa waktu lalu.

Kami melihat beberapa tulisan di media elektronik, apa sih sesungguhnya itu "Poros Maritim" itu?? Banyak tulisan di media yang berkaitan dengan "Poros Maritim", seperti pengembangan "Marikultur" yaitu pengembangan hasil budidaya laut seperti : jenis rumput laut, budi daya laut lainnya seperti ikan ternak dsb. http://swa.co.id/business-strategy/marikultur-dukung-implementasi-poros-maritim


Marikultur menjadikan laut bagai "sawah" hanya saja hasilnya seperti budidaya ikan, budi daya sejenis rumput, kerang, udang dsb...


Ada lagi konsep "Poros Maritim" di mana pengertiannya adalah kejayaan laut berbasis "Posisi strategis Indonesia" juga dilihat dari sisi kekayaan lautnya. Kalau yang ini, melihat laut dari sisi yang jauh lebih luas lagi, tidak hanya menitikberatkan kepada kekayaan budidaya laut, namun juga melihat sisi transportasi laut Indonesia sebagai sarana yang juga bisa dipakai sebagai pemasukan perbendaharaan negara, atau pemasukan dari sisi "income" yang menjanjikan di era-era mendatang. https://www.facebook.com/muhammad.salahuddien.manggalanny/posts/10203288015415630

 Industri Pelayaran, Negara memperkuat sektor Jasa Pelayaran, Pembenahan pelabuhan laut guna peningkatan muat dan bongkar, memfokuskan kelancaran lalu-lintas arus barang guna kesetabilan harga dan kesediaan komoditi di setiap wilayah di seluruh Indonesia

Lantas mana yang benar?
A. Laut sebagai Marikultur yakni dengan pengembangan budi daya laut seperti rumput laut,
     budi daya ikan laut, terumbu karang dsb... atau
B. Laut sebagai transporter, sebagai penjamin arus dan lalu lintas komoditi, baik primer
    dan komoditas unggulan lainnya. 
C. Atau "Poros Marim" adalah pewejawantahan dari kedua di atas??

Menurut hemat kami, kita harus FOKUS! Negara kita sebaiknya lebih FOKUS!

Sisi mana yang sangat bisa dikembangkan sehingga ketika Negara FOKUS, maka "Multiplier Effect" dari pengembangan sektor kelautan bisa "sustain" atau bertahan dalam jangka panjang. Sustain yang kami maksud di sini, adalah kita baiknya mempertimbangkan pemikiran strategis (jangka panjang dan bukan euforia sesaat)  dan hal yang paling penting adalah sektor kelautan yang dikembangkan itu dapat menjadi "primadona" sehingga menjadi "tulang punggung" perekonomian negara ke depan.  Menjadikan sektor "Transportasi Kelautan" ini sebagai andalan pendapatan devisa negara terbesar yang menggantikan sektor MIGAS di era-era yang telah lampau.

So, mana yang terbaik?
Apakah pengembangan sektor Marikultur?
Atau Pengembangan sektor transportasi laut?

Menurut kami - Sangat tepat jika Indonesia mengembangkan Sektor Transportasi Laut:  Sektor ini yang sangat memungkinkan Indonesia menjadi negara maju dan mimpi kita sebagai "Poros Maritim"  Internasional akan terwujud. Pendapatan negara, jika sektor ini difokuskan akan bisa lebih baik dan pemasukan negara pun bisa lebih besar. 

Ada hal yang perlu kita camkan, bahwa kita jangan terjebak dengan "euforia" dan terjebak dengan istilah-istilah yang dikemukakan elit negeri ini tanpa kesiapan dari sisi SDM, dan kesiapan dari pengetahuan transportasi kelautan. Jika kita tidak siap, maka ke depan bangsa kita lebih menjadi "penonton" ketimbang menjadi "pelaku". Sehingga sektor "transportasi" kelautan ini yang menikmati bukan bangsa kita, namun lagi-lagi pihak asing!

Seiring dan sejalan dengan pengembangan sektor kelautan ini adalah pengetahuan SDM kita di bidang TRADING atau sektor Perdagangan. Mengapa?
Sektor Perdagangan / Trading ini dapat memicu sektor transportasi Nasional menjadi tumbuh, hidup dan pemasukan devisa terbesar negara kita.
Trading dan industri shipping berjalan seiring.
Sektor trading terpuruk - Sektor shipping juga ikut ambruk. Itu yang terjadi secara paralel di muka bumi. Tidak hanya shipping tapi jika trading ambruk, maka sektor transportasi dunia pun otomatis ikut terpuruk. 

Tiongkok (China) misalnya, mengapa negara itu memperoleh devisa terkuat di dunia, ini berkenaan dengan sisi Trading yang kuat pula. Tiongkok (China) saat ini tidak hanya sebagai manufaktur dunia, tapi negeri Tirai  Bambu ini sangat "lihai" berdagang kepada negara mana saja yang membutuhkan produk / jasa negara mereka, dengan harga yang sangat-sangat kompetitive. Tiongkok (China) dari dulu kita mengenal negeri ini dengan pedagang "PALUGADA", maksudnya "Apa Loe Mau Gue Ada" yang penting harga cocok. Kita perlu meniru sisi baik mereka. Sehingga Tiongkok (China) yang sekarang ini kita kenal, bisa menjadi negara yang kuat ekonominya bertopang kepada:

- Sisi trading
- Sisi manufaktur
- Sisi penguatan transportasi laut.
- Tentu juga ditopang dari sisi SDM dan IT yang kuat.  

Mari kita cek pelabuhan-pelabuhan di seluruh negeri Tiongkok, di sana kapal mengantri untuk sandar (untuk muat dan bongkar) paling lama hanya 3 (tiga) hari. Itu untuk ukuran kapal-kapal 50.000ton (lima puluh ribu ton). Dan kecepatan muat atau bongkar kargo bisa mencapai 15.000ton hingga 20.000ton per hari. Jadi untuk membongkar 50.000ton cukup dengan 3 sd 4 hari saja.
Seluruh pelabuhannya kedalamannya sangat bagus bisa mencapai 13mtr-an, sehingga kapal-kapal besar bisa sandar di sana, dan fasilitas pemuatan / pembongkaran yang dilengkapi dengan shore crane sehingga muat / bongkar bisa dilakukan dengan sangat cepat.

Sektor "Trading" harus digalakkan oleh Indonesia bertumbu pada kekuatan komoditi lokal. Jika produk unggulannya pada komoditi energi seperti coal, iron ore, nickel, maka "genjot" dan perkuat dengan eksport komoditi itu. Thailand memperkuat dengan eksport produk pertanian dan industri otomotif, Tiongkok (China) memperkuat dengan ekport industri manufactur dan elektronik, Amerika memperkuat dengan eksport peralatan perang dan film-film Hollywood. Indonesia: sektor mana yang menjadi andalan perdagangannya?? 


Trading --- "Ship Follow the Trade"
Banyak diantara kita yang belum paham apa sih "ship follow the trade"?
Mengapa tidak "Trade follow the ship"? 

Orang yang bermain di Industri pelayaran bisa rata-rata dapat memahami istilah "ship follow the trade" dan istilah itu tidak akan pernah berubah menjadi "Trade follow the ship". Mengapa?
Pertama
Ini adalah istilah "baku" yang sepertinya telah membumi bagi pelaku pelayaran, terutama pelayaran dunia. Istilah ini berlaku untuk "pemain" di Industri Pelayaran saja sebenarnya, bukan berlaku pada mereka yang melakukan trading (tidak berlaku buat pelaku eksportir / importir komoditas).
  Kedua
Makna dari "ship follow the trade" ditujukan kepada siapa yang membayar "freight" maka shipowner kapal akan bergerakkan kapalnya (moncong kapal bergerak) ke arah mana sesuai instruksi dari si pembayar "freight". Jadi jika si pembayar freight, meminta shipowner pergi ke pelabuhan A untuk muat, maka owner kapan akan meng-instruksikan kapalnya ke pelabuhan A dst..

Ketiga: 
Oleh karena itu terminologi CNF dan FOB di sini menjadi sangat penting! Penting sekali. 
Sehingga para trader Nasional mesti memahami mengapa CNF dan mengapa FOB serta implikasinya dari melakukan CNF dan FOB. 
CNF - Cost and Freight istilah dalam L/C (Letter of Credit) di mana si penjual komoditi yang mencarikan kapalnya serta yang membayar freight-nya juga penjual!
FOB - Freight on Board juga istilah dalam L/C (Letter of Credit) di mana si pembeli komoditi yang mencarikan kapalnya, tentu pembeli pula yang membayar freight-nya!



 Skema perdagangan Internasional lintas negara bukan model perdagangan "Cash and Carry", akan tetapi menggunakan jasa perbankan dengan perjanjian yang tertera pada L/C (Letter of Credit). Namun pelaku perdagangan di Indonesia ketika eksport maka eksport-nya dengan FOB, ketika import, import-nya dengan CNF. 
Namun tahukah kita bahwa CNF & FOB berkenaan dengan hidup / mati industri pelayaran Internasional di suatu negara, dan itulah yang menyebabkan industri pelayaran Nasional kita "jago kandang" saja.
Dengan model "dagang" kita eksport FOB dan import CNF, maka dipastikan kita belum mampu menjadi "Poros Maritim Dunia" jika dipaksakan, maka kita lebih menjadi "penonton" ketimbang menjadi "pelaku"


Ship Follow the Trade berkenaan dengan CNF dan FOB. 
Jika "trading" dilakukan dengan CNF, maka ramai-ramai shipowner akan mengejar si penjual komoditi, karena penjual yang kontrak kapal serta yang membayar freight (uang tambang). 
Jika "trading" dilakukan dengan FOB, maka ramai-ramai shipowner akan mengejar si pembeli komoditi, karena pembeli yang kotrak kapal serta yang membayar freight (uang tambang). 
Sehingga industri Pelayaran suatu negara akan hidup dan tumbuh seiring dengan terminologi CNF dan FOB. Yang terbaik adalah ketika eksport, maka lakukanlah eksport dengan CNF dan jika import maka lakukanlah dengan FOB, bukan sebaliknya. 

Para pelaku trading di Indonesia dalam berdagangan melakukan sebaliknya, jika eksport maka eksportnya dengan FOB dan jika import maka importnya dengan CNF.  Jika kondisi seperti ini maka seluruhnya pihak asing yang sangat diuntungkan, dan yang lebih parah lagi adalah : "Industri Pelayaran Nasional pun ambruk". Industri pelayaran Nasional hanya "Jado Kandang" apalagi dengan "Azas Cabotage" bertambah-tambah-lah "Jado Kandang-nya" industri pelayaran Nasional kita. 

Nah, jika Indonesia ingin menjadi "Poros Martim" dunia, maka para pelaku trading itu ikut memainkan peran dalam perdagangan dengan eksport CNF dan import FOB, sehingga Negara kita bukan "penonton" akan tetapi bisa menjadi "pelaku" di "Poros Maritim" dunia....

Bersambung di "Poros Maritim 2"... 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar